5 Alasan Talk to Me Menjadi Horor Istimewa –
Genre horor tampaknya masih bakal merajai sebagian besar chart perfilman dunia. Satu horor terbaru yang siap menghibur kita di bulan Agustus-September ini adalah Talk to Me.
Produksi dari A24 dan partisipan dari Adelaide Film Festival ini mengusung tema yang agak asing. Bertemunya dunia manusia dan roh melalui tangan yang diawetkan.
Selain aktris Miranda Otto yang dikenal luas dalam perannya sebagai Lady Eowyn di trilogi The Lord of the Rings, rata-rata pemerannya adalah para pemain muda.
Aktris Sophie Wilde, Alexandra Jensen, dan aktor Joe Bird adalah beberapa nama dari para pemeran muda yang ikut membintangi film ini.
Film ini disutradarai oleh Danny Philippou dan Michael Philippou. Sejak pemutarannya, film ini menerima banyak pujian dari para kritikus film dan penonton.
Ada 5 alasan Talk to Me menjadi horor istimewa. Kisahnya memberi model film horor yang berbeda dari yang sudah menjejali bioskop dalam beberapa bulan terkahir ini.
Apa saja 5 alasan Talk to Me menjadi horor istimewa untuk menghibur kamu-kamu, para horror fans? Simak artikel berikut ini!
Produk Production House A24
Production House A24 masih bisa dibilang baru di industri perfilman barat. Akan tetapi, mereka sudah cukup menorehkan track record yang lumayan gemilang.
Setelah kesuksesan dan menghebohkan dari Everything Everywhere All at Once dan The Whale di ajang piala Oscar kemarin, kita bisa melihat mundur daftar film-film bagus dari PH ini.
Sebut saja Lady Bird, Uncut Gems, The Witch, Hereditary, dan Midsommar, semuanya bukan hanya sukses secara komersil, tapi juga menuai pujian dan penghargaan.
Beberapa horor produksi A24 bisa dibilang sering melakukan gebrakan, baik dari segi naskah maupun gaya penceritaan. Hereditary, The Witch dan Midsommar adalah buktinya.
Talk to Me kali ini kembali mencoba memberikan sebuah ide baru yang terasa original, tapi tetap kental dengan unsur horor yang terasa tidak asing.
Premis yang Tidak Asing
Penonton Indonesia tentu tidak asing lagi dengan permainan Jailangkung. Konsep dari Talk to Me ini sebenarnya memiliki prinsip yang mirip dengan Jailangkung.
Bedanya, Jailangkung menggunakan media boneka sedangkan TtM menggunakan potongan tangan seseorang yang diawetkan, yang konon bisa berkomunikasi dengan arwah.
Tangan yang sudah dimumifikasi itu beredar di antara sekelompok remaja. Mereka terlalu bodoh untuk menganalisis risiko berbahaya yang mungkin ditimbulkan tangan keramat tersebut.
Awalnya, tangan itu memberi mereka pengalaman unik yang membuat ketagihan. Roh-roh mengerikan bermunculan tiap kali ada yang memegang tangan tersebut dan menyebut mantra.
Jika mereka bersedia, roh tersebut bisa memasuki tubuh mereka dan berkomunikasi. Tapi, apakah benar yang mereka lihat hanya roh-roh mereka yang sudah meninggal?
Atau, mungkinkah yang mereka lihat dan biarkan masuk ke tubuh mereka adalah entitas lain? Entitas yang jauh lebih berbahaya, jahat, dan bisa mengancam nyawa mereka dan orang-orang terdekat?
Konsep Horor Menyegarkan
Talk to Me memiliki nilai plus karena memberikan sebuah cerita horor yang tidak mengandalkan jumpscare. Penampakannya terlihat seram dengan efek dan make up yang rapi.
Selain itu, atmosfer seram yang ditampilkan juga sangat mendukung level horornya. Karena tidak terlalu banyak efek, hasilnya malah terlihat lebih realistis.
Konsep tentang arwah dan dimensi lain diceritakan dengan cara berbeda. Dimensi lain berisi entitas-entitas jahat itu mengandung misteri yang belum terungkap jelas.
Akan tetapi, hal itu tidak terlalu penting karena hal-hal yang dihadapi karakter utama lebih mengerikan. Penonton kerap dibuat bingung antara mana yang nyata dan mana yang hasil rekayasa.
Naskah yang Kuat
Film Talk to Me dibuat dengan bujet kecil dan dibintangi oleh cast yang relatif tidak terkenal. Namun, kualitasnya bisa dirasakan akibat naskah dan eksekusi ceritanya yang matang.
Masing-masing karakter diberikan latar yang cukup kuat. Penonton merasa peduli dan simpati pada setiap karakter.
Selain itu, plotnya mengalir dengan enak diikuti dan terus memicu rasa penasaran. Walau tingkat keseramannya mulai menurun dari tengah hingga akhir tapi masih menarik untuk diikuti.
Akhir yang mungkin sudah tertebak oleh para penggemar horor tidak mengurangi bobot horornya. Walau ceritanya tidak terlalu menawarkan konsep baru, tapi penyajiannya terasa original.
Akting dan Adegan Gore yang Mendukung
Film ini bukan sekadar horor supernatural. Di beberapa adegan, terdapat tingkat kesadisan yang sangat graphic.
Sekali lagi, practical effect dan make up yang rapi lebih berperan menonjol. Hasilnya, adegan-adegan berdarah yang mengerikan terlihat sangat meyakinkan.
Cast berupa aktor dan aktris muda di film ini memberikan performa akting yang sangat baik. Mereka menghayati peran cukup dalam sehingga bisa memberikan emosi yang terasa nyata.
Perpaduan akting yang baik, efek yang sederhana tapi efektif, dan naskah yang kuat membuat film ini menjadi hiburan horor yang lengkap.
Mungkin sebagian fans horor kelas berat akan menganggap level seramnya tidak bertahan lama, tapi film ini tetap berhasil memberi hiburan seram yang mengasyikkan.
Naskah: 8/20
Akting: 8/10
Sinematografi: 7/10
Special Effect: 8/10