8 Alasan Nonton Losmen Bu Broto, Penokohan Perempuan Kuat

8 alasan nonton losmen bu broto gambar utama

Industri perfilman nasional post-pandemic tampak mulai mengeliat dan bangkit kembali. Salah satu film nasional yang sudah ditunggu-tunggu pemutarannya adalah Losmen Bu Broto.

Generasi yang tumbuh dewasa di tahun 1980-an tentunya tidak asing dengan serial TV berjudul ‘Losmen’. Serial TV ini ditulis dan disutradarai oleh Tatiek Maliyati dan Wahyu Sihombing.

Losmen ditayangkan TVRI mulai tahun 1986 hingga 1989 dan total memiliki 35 episode. Losmen TVRI dibintangi sejumlah aktor dan aktris legendaris Indonesia.

Mieke Widjaja, Mang Udel, Sutopo H.S., Mathias Muchus, Ida Leman, Eeng Saptahadi dan Dewi Yull adalah para pemerannya. Serial Losmen melegenda karena kualitas ceritanya yang sangat bermutu plus didukung performa para pemerannya yang berkualitas.

Kini, para sineas muda Indonesia mencoba untuk membuat kembali kisah dari Losmen ini dalam bentuk film. Adaptasi dari serial tersebut berwujud sebuah film layar lebar berjudul Losmen Bu Broto.

Film Losmen Bu Broto ini pastinya istimewa karena membawa dua buah misi. Pertama, sebagai nostalgia yang akan menghibur para penggemar serial TV klasiknya. Kedua, memperkenalkan kisah Losmen kepada generasi baru.

Sebagai bentuk dukungan kita pada perindustrian film Indonesia, review ini akan membahas 8 alasan untuk nonton Losmen Bu Broto ke bioskop. Penasaran seperti apa filmnya? Yuk, gaes, kita simak ulasan lengkapnya berikut ini

 

Daya Tarik Losmen Unik

Seperti kisah dari serial TV, Losmen Bu Broto memusatkan cerita pada sebuah penginapan di kota Yogyakarta yang dimiliki dan dikelola oleh keluarga Broto.

Losmen Bu Broto cukup ramai dan memiliki banyak pelanggan setia. Losmen ini sangat unik, karena memberikan kesan menginap yang mendalam bagi para tamunya.

Penginapan ini terkenal akan suasana akrab dan hangat khas keluarga. Bahkan, seringkali Pak Broto bisa jadi tempat curhat dan penasehat bagi para tamunya.

Pengelolaan losmen ini, selain diawasi oleh Bapak dan Ibu Broto, dipegang dengan profesional oleh ketiga anak-anak mereka, Pur (Putri Marino), Sri (Maudi Ayunda) dan Tarjo (Baskara Mahendra).

Ada beberapa perbedaan antara adaptasi film layar lebar terbaru dengan serial televisi aslinya. Losmen Bu Broto secara skala tampak lebih besar dan mewah.

Selain berlatar di zaman modern, serial Losmen TVRI dulu bernama Losmen Srikandi. Kini diganti menjadi Losmen Bu Broto. Namun, ada kamar losmen yang bernama Srikandi di dalam filmnya.

Latar Artistik yang Kental Budaya dan Tradisi

Latar kota Yogyakarta dan bangunan losmen adalah salah satu daya tarik terbesar film ini. Bangunannya memiliki arsitektur bergaya etnis dan berkonsep hijau.

Suasananya asri, nyaman, dan menawarkan kehangatan seperti rumah sendiri. Losmen Bu Broto membuat penonton bisa ikut merasakan kesejukan dan semangat kekeluargaannya.

Selain itu, pemilihan busana dan tata rias para pemerannya patut mendapat acungan jempol. Busana khas Jawa yang memancarkan nilai budaya tradisional tampak sangat menonjol di film ini.

Para perempuannya berkebaya dengan rapi dan sopan, dengan rambut bersanggul yang tertata anggun. Para lelakinya berbaju demang, kain, lengkap dengan blankon yang khas.

Secara konsisten, gaya bicara dan gerak-gerik khas Jawa Tengah juga ditampilkan dengan baik oleh para pemeran. Hal ini mengingatkan kita akan keramahan sebagai ciri khas budaya Indonesia.

Tata krama dan nilai-nilai tradisi terasa kental di sepanjang film. Budaya dan tradisi menjadi patokan yang mendasari karakter-karakter utama bersikap dan bertindak.

Aspek estetika lain diperhatikan dengan sangat mendetil dan artistik. Sasana khas kota Yogyakarta sangat terasa.

Ada tukang sayur yang menggunakan delman, penyajian makanan yang mengundang selera,dan desain interior ruangan-ruangannya.

Musik yang menjadi pengiring cerita juga menyatu dengan adegan-adegan yang ada. Maudy Ayunda yang juga seorang penyanyi menyanyikan sendiri lagu-lagu yang ada di film ini.

Didalangi Para Sineas Berpengalaman

Film Losmen Bu Broto disutradarai oleh duet sutradara Ifa Isfansyah dan Eddie Cahyono. Ifa Isfansyah dikenal lewat film karyanya yang berjudul Garuda di Dadaku dan Sang Penari yang sempat memenangkan piala Citra sebagai film terbaik tahun 2011.

Eddie Cahyono dikenal lewat film karyanya yang berjudul Siti, yang memenangkan banyak penghargaan film internasional, termasuk piala citra sebagai film terbaik tahun 2015.

Penulis naskah film Losmen Bu Broto dilakukan oleh Alim Sudio. Alim adalah penulis naskah berpengalaman yang sudah menulis naskah untuk lebih dari 50 film.

Losmen Bu Broto diproduseri oleh Paragon Pictures yang sukses dengan film-film seperti Keluarga Cemara, Kartini, Aruna & Lidahnya, Gundala, Bebas, dan Sobat Ambyar. Tidak heran Losmen Bu Broto menjadi film berkelas dengan produksi yang digarap serius.

Duo Maudy-Mathias yang Berpengalaman

Performa aktris Maudy Koesnaedi sebagai Deborah Broto amat menonjol di dalam film ini. Perannya merupakan jantung seluruh losmen dan keluarganya. Ia adalah seorang perempuan tangguh yang disiplin dan teguh memegang nilai-nilai luhur tradisi dan keluarga.

Hal ini dibawakan dengan sempurna oleh Maudy. Ia berhasil menunjukkan penampilan tegas dan cenderung dingin di satu adegan dan dengan cepat menampilkan sisi rapuh dan kelembutan hati seorang ibu di adegan berikutnya.

Mathias Muchus, aktor watak legendaris Indonesia, adalah salah satu aktor pemeran serial TV losmen yang original. Dulu, ia memerankan Tarjo, anak bungsu dari keluarga Broto.

Kini, ia mengemban tanggung jawab memerankan karakter Pak Broto. Karakternya yang penyabar dan bijak menjadi tempat bertumpu istri dan anak-anaknya dibawakan dengan piawai oleh Mathias.

Chemistry Dinamis Putri Marino dan Maudy Ayunda

Si sulung Pur baru saja dirundung kesedihan yang mendalam. Hal itu membuatnya menarik dan menutup diri dari sekelilingnya. Putri Marino tanpa kesulitan memberikan performa yang luar biasa sebagai Pur.

Putri Marino yang memang memiliki tipe wajah melankolis, terlihat pas memerankan Pur yang selalu muram dan sendu. Saat ia terpaksa tersenyum, rasa duka yang tajam tetap terpancar dari matanya.

Pendalaman karakter Pur mampu membangkitkan emosi penonton. Uniknya, kesedihan yang melanda Pur tidak menjadikan karakternya menjadi sosok yang lemah.

Hal ini juga terjadi pada Maudy Ayunda. Aktris muda berbakat pemeran film habibie ainun 3 juga sukses memerankan Sri.

Maudy sangat baik menampilkan Sri yang ekspresif dan cenderung berjiwa pemberontak. Tanpa berlebihan, ia berhasil menampilkan Sri yang dinamis, cerdas, dan kuat dalam menghadapi cobaan hidup.

Konflik batin antara dua kakak adik Pur dan Sri diduetkan dengan baik oleh Putri Marino dan Maudy Ayunda. Interaksi mereka berdua sangat menyentuh batin.

Konflik Sederhana Tapi Bermakna

Konflik yang disajikan dalam film ini sebenarnya cukup sederhana. Namun, keistimewaannya adalah, konflik-konflik yang ada memang kerap terjadi di dalam keluarga manapun.

Misalnya seperti orang tua yang terlalu membebani anak dengan harapan-harapan yang belum tentu sesuai dengan keinginan sang anak. Anak juga resah karena ada rasa enggan untuk melawan orang tua.

Film ini juga secara halus menunjukkan adanya pergeseran nilai dan tradisi antara orang tua didikan masa lalu dengan anak-anak yang tumbuh dewasa di zaman sekarang.

Sikap orang tua ini sebenarnya bermaksud baik, tapi seringkali malah menambah beban batin anak-anaknya. Ketidakpekaan dan kesalahpahaman ini memang kerap terjadi di kehidupan sehari-hari.

Sebuah konflik yang terasa tidak asing, karena mudah dimengerti oleh siapa saja yang memiliki keluarga.

Penokohan Perempuan Yang Kuat

Bu Broto merupakan tipe pemimpin yang menjunjung tinggi kesempurnaan dan sukar menoleransi kesalahan. Sebagai seorang pemimpin, karakter Bu Broto digambarkan sebagai sosok yang idealis dan sangat berprinsip.

Idealisme dan prinsip-prinsip yang diterapkan Bu Broto dalam hidup seringkali terbentur dengan perbedaan pendapat anak-anaknya.

Pur, yang memiliki watak tertutup dan sulit terbuka, ternyata ditunjukkan bisa bangkit kembali. Ia memutuskan untuk tidak mau dikalahkan oleh rasa duka dan depresi.

Sri, yang dulu kurang bertanggung jawab, memilih untuk menjalani konsekuensinya sendiri. Ia tidak mengharapkan bantuan dari siapapun. Sri tumbuh dewasa menjadi sosok yang kuat dan mandiri.

Ketiga karakter perempuan dalam Losmen Bu Broto yang diperankan oleh “Trio Ayu” tersebut secara kuat membawa pesan feminis tanpa kelebihan dosis dan tetap sesuai konteks cerita.

Secara keseluruhan, seluruh jajaran pemeran film ini memiliki chemistry yang sangat kuat satu sama lain. Penampilan mereka adalah salah satu kekuatan film yang terbesar.

Tidak Ada Keluarga yang Sempurna

Walau dari luar keluarga Broto tampak harmonis dan adem ayem saja, tentu pada kenyataannya tidak ada keluarga yang sempura.

Bu Broto yang berpembawaan tegas pada akhirnya tetaplah seorang ibu yang menyayangi anak-anaknya. Saat ia mengoreksi diri, ternyata sedikit banyak dirinya juga memiliki kekurangan sebagai orang tua.

Hal ini secara halus ditunjukkan ke penonton yang pada akhirnya sadar mengapa pernikahan Pak dan Bu Broto bisa langgeng. Begitu juga dengan kekompakan anak-anak Broto yang didasari kasih sayang.

Prasangka buruk dan kesalahpahaman yang terhadi pada Pur dan Sri juga lazim terjadi antara kakak adik. Tetapi kembali lagi, mereka sebenarnya tetap saling menyayangi, saling dukung dan saling membutuhkan.

Hal-hal kecil dan sederhana seperti ini menjadikan keluarga Broto ini memiliki fondasi yang solid. Selain itu, ada juga sentuhan humor menyegarkan yang dibawakan aktor Erick Estrada yang memerankan Mas Atmo, orang kepercayaan keluarga Broto di losmen.

Penutup

Film Losmen Bu Broto telah ditayangkan serentak mulai tanggal 18 November 2020 di semua bioskop. Dukung terus industri perfilman nasional dengan pergi menontonnya ke bioskop.

Apalagi jika filmnya berbobot dan memiliki kualitas produksi yang tidak sembarangan seperti film Losmen Bu Broto ini, pasti nggak rugi deh.

Tunggu apa lagi, gaes, yuk langsung ke bioskop dan nonton filmnya!

Exit mobile version
Skip to toolbar