Isu-Isu Nyata dalam Sleep Call

Beban Berat dan Kelam Perempuan Urban

Isu Nyata Sleep Call Gambar Utama

Isu-Isu Nyata Sleep Call –

 

Sleep Call menjawab pertanyaan masyarakat penonton film Indonesia, mampukah kita memproduksi film dengan naskah berkualitas dan melepaskan diri dari genre horor?

Sleep Call tidak muluk-muluk menyajikan kisah yang fantastis. Isu-isu yang diangkat dalam plot utamanya terasa sangat dekat dengan keadaan masyarakat di masa resesi ini.

Belitan pinjaman online akibat kesulitan ekonomi, warga ibu kota yang kesepian dan terputus dari lingkaran sosial sehat akibat beban hidup, juga tentang posisi perempuan.

Film ini disutradarai oleh Fajar Nugros dan naskahnya ditulis oleh dirinya beserta Husein M. dan Sophie Louisa.

Naskah yang cerdas dan ide original ini patut diapresiasi karena mengangkat isu-isu nyata dalam Sleep Call. Isu-isu nyata Sleep Call ini tentunya terasa erat di masa kini.

Film ini dibintangi aktris Laura Basuki, Bront Palarae, Della Dartyan, Juan Bione, dan Kristo Immanuel.

Seperti apa potret perempuan urban kesepian dan terlilit masalah ekonomi sehingga harus menanggung kerentanan pelecehan dalam Sleep Call ini? Simak artikel Sushi ya, gengs!

 

Sinopsis

Dina (Laura Basuki) bekerja sebagai marketing sekaligus penagih utang di sebuah pinjaman online. Dina terpaksa bekerja di sini untuk melunasi pinjolnya sendiri.

Ia harus membayar pengobatan ibunya di rumah sakit jiwa, sekaligus menghidupi dirinya sendiri.

Karena kesepian, Dina menemukan ‘teman’ yang lama-lama ia sukai lewat sebuah aplikasi kencan. Nama lelaki itu Rama.

Hubungan mereka semakin intens, dan waktu ada rekan kerja Dina yang melecehkannya, Rama datang dan bertindak sebagai penolong.

Namun, Dina semakin was-was karena tindakan Rama semakin lama semakin berbahaya. Saat ada yang tewas secara misterius, Dina semakin merasa ketakutan.

Siapa Rama sebenarnya? Sebenarnya, hubungan macam apa yang mereka miliki?

 

Kendali Akibat Masalah Ekonomi

Isu utama yang dikupas dalam Sleep Call adalah kendali seseorang terhadap orang lain yang terbelit utang pinjol. Terutama, jika yang menjadi korban adalah perempuan.

Karena tidak mampu membayar dan tidak tahan menanggung teror penagih utang, Dina terpaksa menyerah dan menerima perlakuan apa saja pada dirinya.

Hubungan Dina dengan pemilik pinjaman online, Tommy, menunjukkan rapuhnya posisi perempuan yang tidak berdaya secara ekonomi.

Jika Dina kaya, ia tentu bisa mendapatkan pendidikan yang memungkinkan dirinya berpendidikan lebih tinggi, sehingga bisa mengakses pekerjaan yang bergaji lebih tinggi.

Jika mandiri secara finansial, Dina bisa memiliki kendali atas hidupnya sendiri. Tapi, Dina terpaksa menerima diskriminasi, pelecehan, bahkan eksploitasi akibat himpitan ekonomi.

 

Lingkaran Polemik Tanpa Solusi

Fajar Nugros mencoba memaparkan kerentanan berlapis yang dialami Dina. Kondisi ekonomi membuat Dina terpaksa menuruti semua kemauan Tommy.

Bahkan, ada transaksi seksual yang harus ia penuhi demi mempertahankan pekerjaan yang ia lakukan demi membayar utangnya.

Film ini menunjukkan kenyataan, bahwa seseorang dengan status ekonomi kuat bisa memiliki kendali penuh dan bisa bertindak semaunya terhadap mereka yang lemah ekonominya.

Bahkan, polemik pinjol ini bisa memakan korban jiwa. Ditunjukkan dengan kasus Dina yang menagih utang pada Iwan, yang akhirnya bunuh diri karena putus asa.

Bahkan, atasan Dina, Bayu, memaksa Dina untuk tetap menagih utang saat keluarga Iwan masih berkabung dan jenazah Iwan bahkan belum dikubur.

 

Potret Kondisi Masyarakat Urban

Sinematografer Wendy Aga menyajikan rentetan adegan dengan latar kos-kosan sempit serta daerah ruko yang kumuh, sehingga menjadi faktor pendukung yang menguatkan cerita.

Detail-detail kecil juga diperhatikan, seperti menu sederhana untuk makanan sehari-hari dan suasana depresif di panti penderita gangguan jiwa tempat ibu Dina dirawat.

Hal ini sangat kontras dengan keadaan pemilik pinjol, Tommy, yang hidup dalam kemewahan, bahkan menjadikan para karyawannya lelucon bagi teman-teman kayanya.

Fenomena pinjol memicu kasus bunuh diri dan kekerasan karena teror penagih utang. Penagih hanya memprioritaskan pengembalian utang tanpa peduli keadaan si peminjam.

 

Konsensual yang Sering Diabaikan

Indonesia masih termasuk negara yang belum memperjuangkan keadilan berbasis gender. Perempuan seringkali masih diperlakukan tidak adil dan diposisikan di bawah laki-laki.

Banyak lelaki merasa bahwa mereka punya kendali lebih terhadap perempuan. Sering terjadi, perempuan tidak berdaya saat menuntut keadilan karena tidak ada pihak yang berpihak kepada mereka.

Bahkan, setelah mengalami kekerasan sekalipun, umumnya pihak perempuan masih tetap disalahkan dengan berbagai alasan.

Dalam Sleep Call, dicontohkan dengan Dina yang terpaksa melayani hasrat seksual Tommy demi mempertahankan pekerjaan dengan sikap memaklumi karena ia butuh pekerjaannya.

Lalu satu lagi waktu Bayu memerkosa Dina di bawah pengaruh alkohol. Bayu menganggap, karena Dina menciumnya, itu artinya Dina otomatis menyetujui berhubungan seks.

Padahal, tanpa adanya konsen dari perempuan, hubungan seksual yang dilakukan saat perempuannya tidak sadar termasuk tindak pemerkosaan.

Pesan yang disampaikan di sini adalah, ketika seseorang menyetujui suatu aktivitas, bukan berarti setuju melakukan aktivitas lainnya dalam sebuah rangkaian interaksi.

 

Pesan Pemberdayaan Yang Kurang Maksimal

Sayang, isu konsensual dalam sebuah hubungan di film ini hanya dikupas tipis di bagian permukaannya saja.

Dina dibuat memaklumi pemerkosaan terhadap dirinya karena ketergantungannya terhadap pekerjaannya tersebut.

Pelarian Dina ke aplikasi kencan dan hubungannya dengan Rama juga tidak dimaksimalkan secara konflik.

Hubungannya dengan Rama di sini terasa sekadar sebagai fasilitator tindakan Dina yang sudah tertekan secara psikologis.

Karena terus-terusan harus bertahan dalam keadaan tertekan, membuat Dina membangun situasi di mana dia bisa membalas dan mendapatkan keadilan.

Hal ini seolah menjadi jawaban untuk pemberdayaan dirinya, tanpa penyelesaian yang tuntas terhadap tindakan kekerasan dan diskriminasi yang ia hadapi.

 

Naskah: 8/10

Akting: 9/10

Sinematografi: 8/10

 

 

 

 

Exit mobile version