Review film Fear Street Part 1 – Hai gengs! Menjelang akhir bulan juli, nampaknya industri perfilman Hollywood semakin gencar untuk menayangkan film-film berkualitas yang layak banget untuk kamu tonton. Kali ini, Netflix menyajikan trilogi horror yang diadaptasi dari novel R.L Stine berjudul Fear Street yang cukup menjanjikan.
Siapa sangka, film pertamanya sangat sukses menyedot perhatian para pecinta horror dan film bertema okultisme. Dengan membawakan setting tahun 1994, Sushi jamin untuk kamu penyuka tema horror slasser tahun ’60 an pasti akan puas dengan kisah ini.
Seperti apa sih menariknya kisah pertama dari trilogi Fear Street ini? Langsung saja simak analisa yang Sushi suguhkan untuk kamu nikmati!
https://www.youtube.com/watch?v=clZK2PqLWpI
Kota yang Terkutuk
Fear Street part 1: 1994 menceritakan tentang sebuah kota bernama Shadyside, yang terkenal dengan julukan “Ibukota pembunuh” lantaran seringnya terdengar kabar tentang pembunuhan di wilayah tersebut, sehingga cukup menimbulkan stigma buruk dari masyarakat.
Shadyside kebanyakan diisi oleh penduduk dari kalangan menengah ke bawah, berbeda dengan kota Sunnyvale yang lebih banyak dihuni oleh penduduk kelas menenah ke atas. Dan sebab dari stigma tersebut lah, banyak dari penduduk dan remaja Sunnyvale yang bersemangat melakukan bullying pada remaja Shadyside.
Rangkaian pembunuhan tersebut bukanlah kasus sembarangan, karena background dari kota Shadyside sendiri sepertinya berada di bawah kutukan seorang penyihir bernama Sarah Fier. Maka dari itu lah tercipta sebuah nama “Shadyside Witches” seperti yang tertera di lemari piala SMA.
Mengandung Unsur LGBTQ

Untuk kamu pecinta horror yang menyaksikan film ini tanpa membaca bukunya terlebih dahulu, mungkin akan sedikit kaget dengan kisah cinta antara Deena dan Sam yang ternyata adalah pasangan lesbian.
Awalnya Sushi mengira, “Sam” di sini adalah laki-laki, tetapi begitu sampai pada adegan ‘Upacara Cahaya’ barulah kita tahu bahwa “Sam” adalah panggilan untuk “ Samantha—mantan kekasih Deena. Tetapi, fokus kita tentunya bukan di sana. Karena dalam cerita ini, Sam adalah inang yang dibutuhkan oleh Sarah Fier dalam melancarkan praktik sihirnya.
Walaupun memiliki bumbu LGBTQ, tetapi inti cerita dan alurnya tidak melulu fokus pada arah tersebut. penonton tetap diajak dan disuguhkan oleh kecerdasan Josh, dalam mengungkap berbagai tanda dan petunjuk yang akan membantu kita memecahkan masalah dari teror kutukan Sarah Fier.
Penyihir Klasik Era 60’an

Film bertema penyihir selalu menjadi favorit Sushi, karena akan sangat mudah sekali menjabarkan untukmu tentang bagaimana alur dari kisah ini bergulir.
Dikisahkan bahwa Sarah Fier dihukum di Shadyside pada tahun 1666 dengan cara digantung dan digembok menggunakan rantai khusus untuk menyegel penyihir. Anehnya, cara yang digunakan oleh penduduk Shadyside sangatlah berbeda dengan ritual-ritual yang dilakukan oleh negara lain.
Sebut saja penduduk Benfield yang menghukum Maria Elnor pada tahun 1984, mereka menggantung Elnor di sebuah dahan pohon namun tetap membakar jasadnya. Juga tentang kisah Hansel dan Gretel saat melawan penyihir Muriel—mereka juga melakukan pembakaran jasad agar roh penyihir tersebut tidak berubah menjadi iblis.
Bisa di bilang, ini lah hal tabu yang belum dipahami oleh penduduk di Shadyside, sehingga teror demi teror terus menghantui daerah mereka. Belum lagi ketika Sam yang mengalami kecelakaan, tak sengaja jatuh di atas kuburan dari Sarah Fier—dan juga tanpa sengaja menempelkan darahnya di tulang belulang Sarah. Jelas sudah, kutukan Sarah Fier yang menghantui Shadyside, kini mengincar Sam sebagai inang barunya.
Lalu apakah Sam bisa selamat dari jeratan Sarah Fier?
Keunikan film ini terletak di bagian ini. Cerita yang disuguhkan awalnya membuat kita yakin, bahwa korban-korban sebelum Sam bisa ‘terlepas’ dari kutukan penyihir—sebut saja kasus C. Berman yang pernah berhenti diincar oleh Sarah.
Tetapi, karena hukum penyihir berkata bahwa ‘walaupun tubuh seorang penyihir telah mati, roh dari penyihir tersebut tetaplah berkeliaran’. Hal ini lah yang akan menjadi PR untuk kelanjutan kisah ini di part II dan part III.
Alur Cerita Berjalan Mundur

Berbeda dengan trilogi atau kisah dengan sekuel lanjutan yang umumnya berjalan dengan alur maju, Fear Street mengemasnya sedikit berbeda dengan menggunakan alur mundur.
Bila Sushi melihat sekilas jajaran cast yang bermain dalam Fear Street II & III berbeda dengan cast yang bermain di bagian pertama. Kita semua akan dibawa perlahan-lahan menelusuri jejak dari Sarah Fier dan apa tujuannya menjadikan manusia-manusia ini menjadi budaknya.
Budak-budak Sarah bukanlah manusia-manusia sembarangan, dan tidak hanya berasal dari masa yang sama. Nama-nama itu antara lain:
- Ryan Torres [1994]
- Ruby Lane [1965]
- Masked psycho [1978]
- Harry Rooker [1950]
- Humpty Dumpty [1935]
- Billy Barker [1922]
- Pandai besi [1904]
- Cyrus Miller [1666] –tahun pertama Sarah Fier dihukum gantung.
Nama-nama di atas menjelaskan, bahwa setiap tahun Sarah Fier mencari inang baru atau sengaja menjerat manusia-manusia itu dengan cara merasukinya (atau malah dijadikan Witch puppet seperti yang sering terjadi di kisah-kisah lain).
Kelebihan dan Pesan Moral
Pada adegan awal memasuki cerita Deena yang akan menulis surat untuk Sam, soundtrack yang terdengar sangat menampilkan nuansa tahun 90’an. Sebut saja judulnya “Only Happy When it Rains” dari Garbage—lagu ini sangat familiar di telinga Sushi, Karena sudah pernah mendengarnya dalam film Captain Marvel yang juga mengambil setting tahun 90’an.
Selain lagu tersebut, banyak lagu lain yang juga membuatmu merasa bernostalgia, sambil mengingat betapa indahnya masa-masa di tahun tersebut.
Untuk pesan moral, Sushi sangat menyorot pada sikap Josh sebagai adik Deena yang tingkahnya tidak jauh berbeda dengan anak-anak jaman sekarang. Menurut Sushi, cuek pada hal yang dirasa tidak penting dan memuakkan adalah hal yang wajar; tetapi harus pada porsinya juga.
Ketakutan Sushi di awal film akhirnya terjadi di akhir film, dan itu cukup memuakkan karena akhirnya menampilkan adegan yang cukup klise; telat membantu si korban. Tetapi kembali lagi, ini adalah film, tidak asik rasanya kalau tidak dramatis dan terlalu masuk akal.
Penutup
Sejauh ini, penjabaran Sushi mengenai kisah awal Fear Street bagian pertama ini belum membuka banyak hal. Tetapi, dengan adanya sekuel ke dua dan ke tiga, Sushi jamin kita pasti akan menemukan sisi lain dari teror Sarah Fier dan mengapa ia mengutuk Shadyside dari masa ke masa.
Semoga review Fear Street Part 1 dari Sushi membuatmu semakin tertarik untuk menyaksikan kisah ini. Jangan sampai kamu lewatkan ulasan bagian ke dua dan bagian ke tiga yang pastinya nggak kalah serunya!
Kamu bisa nonton Fear Street di Netflix atau di situs nonton film online gratis.
Jangan lupa nyalakan tombol notifikasi, agar kamu tidak ketinggalan update dari Vian Everdeen dan sushi.id !