Review Film Fear Street Part III: 1666 – Mengikuti seri Fear Street yang diadaptasi dari buku novel R.L Stine ini, nampaknya memiliki efek magis yang memikat.
Memasuki bagian ke tiga, petualangan Deena semakin seru dan menegangkan. Bukan saja ia memecahkan teka-teki misterius tentang siapa Sarah Fier sebenarnya, melainkan kali ini Deena-lah yang menjadi Sarah Fier!
Dalam review film Fear Street Part III ini, kita akan dibawa pada suasana kehidupan Sarah Fier, dan juga dua kota Sunnyvale-ShadySide yang masih menggunakan nama Union di tahun 1666.
Penasaran seperti apa keseruan dan akhir kisah Sarah Fier ini? Berikut review film Fear Street Part III: 1666 dari sushi.id!
Review Film Fear Street Part III: 1666
Seri terakhir dari Fear Street ini benar-benar dibuat total dari segala aspek. Mulai dari kostum, setting tahun 1666, gaya berbahasa, logat, hingga norma-norma yang menjadi stigma di jaman itu pun dibuat sangat sesuai.
Walaupun mengambil setting tahun 1666 dengan dialog yang mirip dengan kalimat syair pada jaman itu, tetapi film ini mampu membawakan ceritanya dengan sangat baik. Selain itu, chemistry antara Deena dan Sam lebih natural dibandingkan dengan seri pertama—baik saat mereka berdua menjadi Hannah dan Sarah, ataupun saat kembali menjadi Deena dan Sam.
Kekurangan dari film ini, masih seputar tentang logika adegan yang ditampilkan di Shadyside Mal. Kalau sebelumnya di seri ke dua, adegan yang kurang masuk akal terletak pada kedalaman posisi tulang tangan Sarah Fier, di seri ke tiga ini ada tiga hal yang kurang masuk akal, yaitu:
- Lokasi tempat Sarah Fier menjebol lantai ruang doa Pastor Miller, yang telah berubah menjadi semacam ruang emergency. Menurut Sushi, akan lebih masuk akal bila pintu kecil tersebut sudah disemen dan dianggap sebagai ruang rahasia yang dilupakan di zaman modern.
- Menurut Sushi, setiap Mal pasti memiliki paling tidak beberapa security di tiap pos tertentu—walaupun settingnya masih tahun 1994. Dan juga memiliki akses penutup stand toko yang sangat aman. Tetapi, Shadyside Mal dibiarkan terbuka begitu saja dan orang asing bebas membuka dan menutup pintu stand toko.
- Jika para pembunuh itu seharusnya mengejar siapapun yang menjadi ‘inang’ Sarah Fier, mengapa saat Deena mengiris tangannya, pembunuh-pembunuh itu tidak mengincar Deena ke ruang altar seperti Sam? Mengapa mereka malah tetap mengejar Martin, Ziggy, dan Josh?
Sejarah Awal dalam Kiasan
Sebagai pembaca buku Fear Street yang dituliskan oleh R.L Stine, dan sebagai penikmat seri film ini, kita pasti dibuat takjub dan kagum dengan nama kiasan-kiasan yang memiliki makna mendalam dari ceritanya.
Berkat babak ke tiga ini, beberapa nama yang mengandung kiasan mulai mendapatkan titik terang. Seperti penamaan kota “Shadyside” dan “Sunnyvale”, dua nama itu menggambarkan bagaimana kondisi sebenarnya dari masing-masing daerah.
“Sunnyvale” diambil dari kata “Sunny” (matahari/terang) dan “Vale” (lembah), adalah penamaan seperti kondisi wilayah tersebut yang dihuni oleh mayoritas kaum menengah ke atas.
Sedangkan “Shadyside” diambil dari kata “Shadow” (bayangan/kekelaman) dan “Side” (bagian/sisi). Penamaan tersebut seperti menggambarkan kondisi Shadyside yang dihuni oleh mayoritas menengah ke bawah, dengan stigma dari banyaknya pembunuhan di daerah tersebut.
Ditambah dengan kata “Witches” seperti pada lemari piala sekolah Deena dan Josh, yang bertuliskan “Shadyside Witches”—mewakili penamaan bahwa daerah tersebut adalah tempat di mana Sarah Fier bersemayam.
Mengenai penamaan “Fear Street” sendiri, adalah kiasan dari nama “Fier Street” atau “Jalan (Sarah) Fier”. Sebagai tanda, bahwa kisah ini menunjukkan bagaimana seorang Sarah Fier adalah sosok yang menjadi legenda di daerah tersebut.
Luka Hati Terdalam dari Cinta Pertama
Siapa sih sobat Sushi di sini yang nggak pernah patah hati? Pastinya pernah dan mellow banget ya kalau diingat. Hehehe.
Di babak ke tiga ini, salah satu yang ditunggu adalah tentang kelanjutan kisah cinta Ziggy ‘C’ Berman dan Nick Goode yang kini sudah menjadi seorang Sheriff. Namun, sepertinya kita akan bernasib sama seperti Ziggy; patah hati berjamaah karena Nick Goode adalah Villain utama dari film ini.
Nah loh! Bukannya kemarin Sushi bilang ini ulah Sarah Fier??
Iya, karena pertanda sihir yang diberikan oleh roh Sarah, nampak seperti tanda dari seorang Penyihir. Namun setelah menonton film ini dan teringat pada kasus Agatha Harkness dalam WandaVision, Sushi tersadar akan satu hal; Penyihir memiliki watak yang manipulatif.
Jangankan seorang Ziggy yang sangat awas, Sarah pun juga tertipu oleh kebaikan dan perhatian dari Solomon Goode—kakek moyang dari Nick Goode. Selain merasa tertipu, yang membuat Sarah terjerat oleh stigma masyarakat adalah Solomon sendiri. Hmm … keturunan Goode ini ya, memikat tapi mematikan juga ternyata!
Alur cerita ini membuat Sushi teringat akan kasus yang juga menimpa karakter Asih dalam Danur Universe; ia juga menjadi korban dari stigma masyarakat, tentang norma seorang gadis yang hamil di luar nikah. Bedanya, nasib Sarah di tahun 1666, dijerat oleh stigma tentang keberadaan Penyihir di jaman itu yang kerap tinggal di hutan atau menyamar sebagai penduduk.
Kekuatan Sihir Melawan Kekuatan Entitas
Bagi kamu yang pernah menyaksikan film ini, pasti tidak asing dengan pertanda yang diberikan arwah penasaran di dunia nyata. Dalam babak ke tiga ini, semua mulai nampak jelas saat potongan tangan dari Sarah Fier disatukan dengan tubuhnya.
Selama ini para korban mengira, Sarah merasukinya agar melakukan pembunuhan keji. Nyatanya, Sarah berusaha memberitahu tentang nasibnya dan Shadyside, di balik perbuatan Solomon Goode selama berabad-abad.
Skema pembunuhan pun semakin jelas. Siapapun yang dikejar oleh inang dari Penyihir keluarga Goode, adalah inang entitas yang mendapatkan penglihatan dari roh Sarah Fier. Dalam film ini, penyelesaian yang dilakukan Deena, Josh, dan Ziggy terbilang cerdas. Mereka sadar bahwa para pembunuh tersebut adalah inang, dan Iblis tidak pernah mati—bahkan tidak bisa dibunuh. Satu-satunya cara untuk menyelesaikannya, adalah dengan membunuh sumber dari kekuatan itu—yaitu sang Penyihir Goode.
Reinkarnasi atau Visualisasi?
Keunikan dari penglihatan Sarah Fier kepada Deena, adalah momen dimana seluruh warga Union di tahun 1666 diisi oleh pemeran yang juga bermain karakter di tahun 1994. Tidak hanya itu, selain wajah pemain yang terkesan bentuk reinkarnasi dari mereka tahun 1666, kebiasaan, bakat, dan juga latar belakangnya pun hampir serupa.
Hanya sedikit dari warga Union yang memiliki perbedaan karakter di seri sebelumnya. Contohnya seperti Thomas Slatter di tahun 1978, yang terlihat seperti reinkarnasi dari Tommy di tahun 1666. yang membedakan hanyalah wataknya, walau di tahun 1978, Thomas juga sedikit cabul pada Cindy Berman—sama seperti Tommy kepada Sarah.
Hal unik lain, Sushi temukan pada sosok Sarah Fier yang diperankan oleh dua aktris berwajah serupa. Sebut saja keduanya Elizabeth Scopel (Sarah Fier) dan Kiana Madeira (Deena). Keduanya memiliki kontur wajah yang nampak serupa, sehingga dalam perpindahan adegan The Hanging of Sarah Fier tahun 1666 menuju peralihan ke 1994, Deena dan Sarah yang mengucapkan kalimat ‘kutukan’ pada Solomon Goode nampak menyatu dalam satu jiwa.
Penutup
Akhirnya, trilogi Fear Street telah usai dalam kemasan yang baik dan meninggalkan kesan yang amat mendalam.
Walaupun pada credit scene, nampak buku sihir milik Solomon Goode diambil oleh seseorang, sepertinya akan melahirkan kisah-kisah baru dari buku R.L Stine yang pastinya lebih seru lagi!
Itu lah sekilas mengenai review Fear Street Part III: 1666 yang Sushi jabarkan untuk kamu. Bagi kamu yang ingin menyaksikan trilogy ini, kamu bisa nonton gratis dalam situs nonton legal seperti melalui Justwatch yang tersedia.
Jangan lupa klik tombol lonceng, agar kamu tidak ketinggalan update dari Vian Everdeen hanya di sushi.id!