Review Kate ini tidak mengandung SPOILER sama sekali.
Ramona Flowers. Ya nama inilah yang langsung muncul di benak kita tiap kali melihat atau mengingat sosok aktris, Mary Elizabeth Winstead. Dan tidak heran. Karena Winstead sangat fantastis sebagai karakter film cult classic, Scott Pilgrim vs. the World (2010) tersebut.
Atau setidaknya kita lebih mengingatnya di berbagai proyek film yang non-action. Oke, memang aktris 36 tahun ini juga tampil 2 film franchise Die Hard (Live Free or Die Hard dan A Good Day to Die Hard) serta beberapa film ber-genre action lainnya.
Tapi tetap saja kapasitasnya dalam genre ini tidaklah lebih dari pendukung atau minor saja. Barulah ketika ia memerankan antihero DC, Helena Bertinelli aka Huntress di film DCEU, Birds of Prey (2020), Winstead sukses menjadi salah satu pemeran utamanya.
Dan di film ini, Winstead sukses menampilkan sisi badass-nya yang tidak disangka-sangka. Terlihat banget, kalau ia lebih dari mampu untuk berbagai adegan aksinya. Ketika melihatnya, kitapun menjadi kian penasaran untuk melihat sisi action-nya lebih jauh lagi.
Untungnya, kita gak perlu menunggu lama-lama. 1 tahun setelah penampilannya sebagai Huntress, Winstead kembali tampil dalam proyek film action milik Netflix ini. Dan bisa kami katakan melalui Kate, Winstead sukses melakukan transisi ke genre action nya dengan sangat memukau.
Plot
Di film ini, Winstead memerankan sosok bernama sama dengan judul filmnya. Kate adalah seorang assassin yang sangat mumpuni. Kemampuan menembak jauh (snipping) nya pun gak main-main.
Terang saja, ia dari kecil sudah dibesarkan sekaligus dilatih oleh pria plontos yang merawatnya sejak kecil, Varrick (Woody Harrelson). Varrick melatih semua pengetahuan dan kemampuan dasar sebagai seorang assassin.
Nah kini di usianya yang sudah dewasa, Kate bekerja sebagai anak buah Varrick. Ia kerap diberikan misi atau target demi target yang harus ia bunuh. Suatu hari, ia mendapatkan tugas untuk membunuh seorang pentolan mafia Jepang di Osaka.
Namun ketika ingin menjalankan misinya, putri dari sang target yang masih cilik, Ani (Miku Martineau), ikut keluar dari mobil. Melihat ini, Kate merasa tak tega apabila harus membunuh sang target. Namun pada akhirnya karena terus didesak atasannya, iapun menarik pelatuk sniper-nya.
Misi berhasil, namun Kate dirundung rasa bersalah yang amat sangat. Beberapa bulan kemudian, Kate lagi-lagi harus berurusan denga Ani yang kini sudah kehilangan ayahnya.
Hal ini dikarenakan ia harus menjalani misi terakhirnya sebelum akhirnya, benar-benar pensiun dari pekerjaannya sekarang ini. Dan Ani, adalah kunci utama dari misi terakhirnya ini. Alhasil, kebimbangan yang amat sangat pun berkecamuk di diri Kate.
Di satu sisi ia masih merasa bersalah dengan tindakan pembunuhan yang dilakukannya terhadap ayah Ani, namun di satu sisi ia harus bersama dengannya unutk menyelesaikan misinya.
Di tengah kebimbangan yang masih berkecamuk ini, Kate mirisnya juga harus berhadapan dengan dirinya yang kini hanya memiliki waktu hidup 24 jam lagi saja. Waduh ada apa nih dengan Kate? Lalu apakah dengan semua masalah fisik dan mental yang sedang dialami, ia bisa menjalankan misi terakhirnya dengan lancar jaya?
Plot Standar, Koreografi Tarung Badass
Sebelum penulis mengungkapkan mengapa di awal paragraf, penulis mengatakan kalau Winstead sukses melakukan transisi ke genre action-nya, mari kita buka dulu review Kate ini dengan penilaian terhadap aspek plot dan beberapa aspek teknis lainnya.
Secara plot seperti yang kita telah baca di paragraf sebelumnya, bisa kita katakan kalau plot Kate sangat tipikal film-film drama action mafia Jepang atau film drama assassin pada umumnya. Tidak banyak yang menginspirasi atau baru dari film ini.
Bahkan filmnya bagaikan (lagi-lagi), John Wick versi wanita. Namun persamaan ke film hits Keanu Reeves tersebut sebenarnya gak salah juga. Karena, salah satu produser film ini adalah David Leitch. Leitch adalah produser, sutradara, dan juga coordinator stunt dari film pertama John Wick (2014).
Jadi sekali lagi, jangan heran kalau plot-nya gak beda-beda jauh dengan film tersebut. Tapi pada saat yang sama, ada untungnya juga Kate mirip dan ditangani oleh yang menangani John Wick. Karena koreografi tarungnya sekeren dan se-badass film tersebut.
Ya, Leitch benar-benar sukses menampilkan koreo dan adegan tarung yang kreatif dan badass. Bahkan ada satu adegan tarung super kreatif yang dilakukan Kate yang membuat kita menjadi menggeleng kepala tak karuan sendiri.
Pemandangan Jepang Yang Sangat Indah
Selain koreografinya yang terlihat keren, tampilan sinematografi film inipun juga sangat mengagumkan. Sinematografer Lyle Vincent (Cooties), sukses menampilkan pemandangan neonik malam Jepang dengan sangat berkilau.
Ketika melihatnya, membuat kita serasa ingin ke Jepang sekarang juga. Ia bersama sutradaranya, Cedric Nicolas-Troyan (The Huntsman: Winter’s War), bisa berkolaborasi dengan sangat padu dalam menampilkan shot demi shot indahya itu.
Dan ngomong-ngomong soal Cedric, jujur saya bingung dengan cara kerjanya di film ini. Ia dalam mengarahkan seluruh aktornya dan adegan action, oke. Tapi giliran mengarahkan naskah kisahnya, seakan agak kelabakan. Sehingga itu tadi, plot Kate yang sudah generik, terasa kian generik saja.
Prospek Cerah Winstead di Genre Action
Nah akhirnya kita sampai juga di aspek penasraan utama dari review Kate ini. Dan faktanya, penampilan sekaligus aksi Winstead di film ini jauh lebih sangar daripada di Birds of Prey.
Dijamin ketika melihat aksinya sebagai Kate, kita akan benar-benar pangling. Ia benar-benar dingin dan kejam. Walau memang sebagai wanita pada umumnya, ia masih memiliki kepekaan dan rasa kasihan yang cukup tinggi terutama, terhadap Ani.
Winstead juga terlihat sangat rela untuk berkotor-kotor, berkeringat-keringat, dan juga mengorbankan fisiknya untuk melakukan beberapa adegan stunt-nya.
Berdasarkan pernyataan tersebut, maka bisa kita katakan sekali lagi kalau Winstead memang kini ingin berfokus pada genre action, maka ia bisa banget untuk melakukannya. Karena transisi genre yang ia lakukan ini sangatlah mengagumkan. Semoga saja memang demikian nantinya.
Sayang saja chemistry-nya dengan aktor veteran sekelas Harrelson, sangat standar. Harrelson sendiri pun di film ini seakan tidak antusias. Terlihat banget kalau keterlibatannya di Kate, hanya untuk uangnya saja.
Sebaliknya, chemistry Winstead dengan Miku sangatlah asyik. Keduanya yang secara karakter memiliki sifat yang sangat bertolak belakang yang sukses memadu madankan interaksi dan dinamika keduanya. Miku sendiri juga tampil mumpuni di film ini. Satu yang salut, ia sangat lancar dalam berbahasa Inggris.
Penutup
Jadi, kesimpulan dari review Kate ini adalah filmnya masih asyik dan seru. Memang plot-nya sangat standar dan kurang menendang. Tapi performa Winstead yang badass membuat kita tetap terjaga untuk menyaksikan nasib 24 jam terakhir Kate.
Kamu yang suka action pasti akan suka deh. Bagi kamu yang ingin nonton Kate, bisa langsung cek akun Netflix kamu atau langsung ke situs nonton film online gratis berikut.