Review The Flash –
Era para adiwira DC Comics era sutradara Zack Snyder, yang diawali oleh Man of Steel, semakin mendekati akhir. Tinggal Aquaman 2 yang belum dirilis, setelah The Flash.
Ezra Miller kembali tampil memerankan Barry Allen, pemuda yang menerima kekuatan menjadi super cepat, akibat sambaran petir bercampur senyawa kimia.
Film ini disutradarai oleh Andy Muschietti (Mama, It, dan It 2), dan naskahnya ditulis oleh Christina Hodson (Birds of Prey, Bumblebee).
The Flash memiliki kemiripan dengan film adiwira dari komik rival Marvel, dalam hal semesta-alternatifnya. Namun, secara prinsip, film ini menggunakan dasar kisahnya dari komik Flashpoint.
Sushi telah menyiapkan artikel review The Flash ini sebagai bekal kamu yang ingin menontonnya.
Sinopsis
Setelah peristiwa di Justice League, masing-masing adiwira sibuk dengan urusannya masing-masing. Ini membuat Barry Allen dan Bruce Wayne yang paling sering mengurusi masalah di sekitar mereka.
Mereka yang paling sering turun tangan jika ada masalah di kota Gotham dan Central, karena Wonder Woman, Superman, Aquaman, dan Cyborg sudah punya urusan masing-masing.
Barry masih berjuang untuk membebaskan ayahnya yang dituduh membunuh ibunya, dan sekarang dipenjara. Barry berhasil mengajukan sidang ulang untuk meninjau kasus ayahnya kembali.
Namun, kemungkinan ayahnya bebas sangat kecil. Barry nyaris putus asa. Waktu ia berlari dengan kekuatannya, ia mengetahui bahwa kecepatannya bisa menembus dimensi waktu.
Hal ini memungkinkan Barry untuk kembali ke masa lalu. Ia berpikir untuk kembali ke hari di mana ibunya dibunuh untuk menyelamatkan ibu dan ayahnya sekaligus.
Namun, Bruce Wayne mengingatkannya bahwa bermain-main dengan waktu dan mengubah kenyataan bisa berakibat buruk. Karena ada beberapa hal yang sudah digariskan nasib.
Dua Barry
Ibunya meninggal karena saat itu sedang sendirian di rumah. Ayah Barry pergi membeli tomat yang dilupakan ibunya saat berbelanja. Barry berpikir, jika tomat itu tidak dilupakan, ibunya bisa selamat.
Saat Barry berhasil mengubah kejadian itu, ia begitu bahagia. Ia kembali ke masa setelah aksinya mengubah masa lalu itu dan melihat kalau ibunya tetap hidup hingga ia dewasa.
Ia melihat versi dirinya yang tumbuh dewasa bersama ayah dan ibunya secara lengkap, bukan tanpa ibu dan seorang ayah yang dipenjara.
Masalah terjadi waktu ia kembali mengunjungi waktu di mana ibunya masih hidup dan malah bertemu dengan versi dirinya yang lain di semesta tersebut.
Rupanya, yang dikunjungi Barry bukanlah ‘masa lalu’ tapi semesta alternatif lain yang tercipta karena perbuatannya mengubah-ubah kejadian di masa lalu.
Interaksi kedua Barry ini cukup menarik, karena Barry yang ‘lama’ bisa mempelajari kekurangan dirinya sendiri pada Barry ‘baru’. Demikian juga sebaliknya.
Konflik Berbelit Multi-Semesta
Dengan konsep multi-semesta, Muschietti memiliki kebebasan untuk menyajikan berbagai versi dari karakter-karakter DC yang pernah muncul atau pun yang selama ini kita kenal.
Sungguh menarik melihat garis cerita alternatif di mana bukanlah Superman yang ditemukan General Zod saat Zod mencoba menghancurkan bumi, tapi Kara atau Supergirl.
Multi-semesta ini juga menjadi momentum ikonik yang luar biasa ditunggu-tunggu oleh para penggemar komik DC sekaligus fans Batman versi Tim Burton yang diperankan Michael Keaton.
Penonton sekali lagi bisa melihat Keaton beraksi sebagai Batman, lengkap dengan kostum, peralatan, dan kendaraan canggihnya yang muncul di film Batman tahun 1989.
Barry mulai memahami bahwa tindakannya ini telah memiliki konsekuensi yang cukup kompleks, tapi versi Barry yang baru masih bersemangat untuk menguji kendali mereka mengubah masa lalu.
Wajah-Wajah Lama dan Baru
Aktor Ezra Miller, yang belakangan sempat menghiasi judul-judul berita utama akibat perbuatannya yang mengganggu kenyamanan umum, kembali sebagai Barry Allen alias The Flash.
Miller yang problematik dianggap tidak bisa digantikan oleh sutradara Andy Muschietti. Sedangkan pemain ayah Barry, Henry Allen, kini digantikan aktor Ron Livingston.
Kemunculan aktor Michael Keaton yang kembali berperan sebagai Batman adalah salah satu yang paling ditunggu para fans DC. Banyak yang berpendapat bahwa Keaton adalah Batman terbaik.
Selain itu, karakter baru Supergirl (Kara) yang di semesta versi lain menggantikan sosok Superman, diperankan aktris pendatang baru Sasha Calle.
Michael Shannon yang dulu tampil dalam film Man of Steel, kembali syuting untuk memerankan General Zon kembali, di versi semesta yang berbeda.
Bagi kalian para penggemar komik DC, pastikan tunggu sederet cameo tokoh dan bintang yang akan mengejutkan, sekaligus menghibur kalian semua di sepanjang film ini.
CGI Terbaik dan Terburuk
Agak ironis juga saat melihat bahwa penggarapan CGI dan digital FX di film ini memiliki sebagian hasil yang terbaik tapi juga ada sebagian yang terburuk.
Konsep multi-semesta yang terjadi dalam kisah ini menuntut banyak sekali adegan-adegan yang harus dipoles oleh CGI dan efek spesial.
Sayang, di beberapa adegan penting, hasilnya masih terlihat kasar dan tidak sempurna. Tapi, di beberapa adegan lain, justru efek spesial dan CGInya terlihat sangat baik.
Hal ini bisa dibedakan oleh para penonton yang jeli dan suka mengamati spesial efek dari sebuah film. Walau demikian, hal tersebut sebenarnya tidak terlalu mengganggu film secara keseluruhan.
Surat Cinta untuk Ibu
Jika ditarik intisarinya, cerita dalam The Flash ini adalah surat cinta untuk ibu. Bukan hanya ibu Barry, yang tewas mengenaskan waktu ia masih kecil, tapi juga semua ibu di dunia.
Barry bukan hanya ingin mengungkap siapa pelaku pembunuhan ibunya, tapi juga ingin mendapatkan kesempatan kedua. Ia ingin ibunya tahu betapa ia mencintainya.
Penyesalan Barry yang belum sempat mengungkapkan perasaan sayang kepada ibunya adalah yang mendasari semua usahanya membalikkan waktu.
Beberapa adegan yang menunjukkan interaksi Barry dengan ibunya sangat menyentuh. Walau apa yang telah terjadi tidak bisa diubah, tapi masih ada kesempatan untuk mengucap selamat tinggal.
Kekacauan yang Memuaskan
Bukan hanya kehidupan pribadi aktor Ezra Miller yang ‘kacau’ dan menghebohkan, naskah film ini juga terasa demikian. Terutama di pertengahan, di mana plot terasa berantakan.
Paduan genre drama, komedi slapstick, aksi dan sci-fi juga membuat film ini agak dipadatkan di beberapa bagian. Sayang, beberapa kali aspek-aspek ini tidak selalu terjaga temponya.
Walau demikian, semua itu bisa diimbangi dengan penampilan akting castnya yang tetap prima, dan dikoreksi dengan hubungan hangat tapi tragis antara Barry dan kedua orang tuanya.
Sosok ayah yang didapatkan Barry bukan hanya dari ayahnya sendiri, tapi ia juga menemukannya di dua versi Bruce Wayne, yang berbeda tapi tetap memiliki banyak kesamaan sebagai individu.
Pelajaran hidup dan nasehat dari Batman yang bijaksana, yang sama-sama punya kisah masa lalu yang menyedihkan, akhirnya menyadarkan Barry.
Kadang, hal buruk yang menimpa seseorang di masa lalu, adalah hal yang justru menjadikannya sosok yang kuat dan tangguh di masa depan. Jadi, hal itu tidak perlu dikoreksi.
Akting: 8/10
Music/Scoring: 8/10
Sinematografi: 7/10
CGI/Special Effect: 6/10