Venom Let There Be Carnage merupakan anomali tak terduga. Film pertamanya tanpa disangka mendapatkan hasil perolehan box office yang fantastis, US $864 juta.
Hal ini cukup mengejutkan karena ekspektasi publik cukup rendah untuk film ini. Sehingga, walau mendapatkan nilai jeblok dari para kritikus film, sekuel Venom tetap mendapatkan lampu hijau dari pihak studio.
Seperti halnya Spider Man, hak cipta Venom dimiliki oleh Sony Pictures. Ini adalah kesempatan mereka untuk memanfaatkan momentum kesuksesan semesta Marvel Cinematic Universe.
Venom cukup dikenal sebagai musuh Spider Man. Sony, yang selama ini hanya bisa memerah keuntungan dari Spider Man, mencoba mengulang kesuksesan film Venom yang pertama.
Venom: Let There Be Carnage disutradarai oleh aktor motion capture yang mumpuni, Andy Serkis. Visi apa yang dibawa Serkis ke dalam sekuel yang masih dibintangi aktor asal Inggris, Tom Hardy ini?
Review Venom: Let There Be Carnage akan membahas ringkasan dari filmnya dan berbagai aspek positif dan negatif dari film ‘Anti Hero’ yang tidak biasa ini.
Mau tahu seperti apa filmnya? Yuk kita simak Review Venom: Let There Be Carnage berikut, gaes!
Ringkasan Film Venom: Let There Be Carnage
Venom: Let There Be Carnage masih melanjutkan aksi Eddie Brock (Tom Hardy), seorang jurnalis tabloid yang mengalami simbiosis dengan alien yang disebut symbiote bernama Venom.
Eddie Brock kini menjalani masa penyesuaian yang tidak mudah sebagai inang Venom. Terlebih lagi, Venom sering memberontak dan sulit dikendalikan.
Di adegan akhir kredit film pertama, kita mengetahui bahwa Eddie memperoleh izin untuk mewawancarai seorang pembunuh berantai yang hendak dihukum mati, Cletus Kasady (Woody Harrelson).
Saat menemui Kasady, Eddie penasaran dengan sebuah gambar yang ada di dinding sel Kasady. Venom membantu Eddie memecahkan gambar tersebut, yang ternyata adalah kode rahasia lokasi tempat Kasady menyimpan tubuh korban-korbannya.
Kasady dan Eddie bersitegang, yang menyebabkan Kasady menggigit tangan Eddie. Saat ia dieksekusi, sesuatu yang aneh terjadi.
Gigitan itu memasukkan sebagian symbiote dari tubuh Eddie yang berasal dari Venom ke tubuh Kasady. Bukannya tewas, ia malah berubah menjadi symbiote lain bernama Carnage.
Selain Tom Hardy tentunya, film ini juga menampilkan kembali Michelle Williams sebagai mantan kekasih Eddie, Anne Weying, dan Peggy Lu sebagai Chen, pemilik toserba langganan Eddie.
Beberapa wajah baru turut membintangi sekuel Venom ini. Selain aktor watak senior Woody Harrelson, ada juga aktor Stephen Graham dan aktris Naomie Harris.
Visi Tidak Fokus Andy Serkis
Andy Serkis yang menyutradari film ini sebenarnya bukan tanpa pengalaman. Ia super terkenal memerankan berbagai karakter dengan teknologi motion capture seperti Gollum di franchise Middle Earth, Snoke di Star Wars, Caesar di trilogi Planet of the Apes dan King Kong besutan Peter Jackson).
Sebagai sutradara pun, Serkis sudah pernah menggarap film Mowgli. Untuk itu, Serkis diharapkan bisa memberikan visi uniknya ke dalam Venom: Let There Be Carnage ini.
Sayangnya, walau ia memahami secara detil teknologi yang diperlukan untuk menampilkan performa virtual ala symbiote, Serkis tidak memiliki visi yang jelas akan ke mana arah film ini.
Awalnya, Serkis memulai sekuel Venom ini senafas dengan pendahulunya yang disutradarai oleh Reuben Fleischer, yang menggunakan pendekatan lebih setia pada komik asli Venom (alien perampas tubuh).
Akan tetapi seiring dengan bergulirnya cerita, Venom: Let There Be Carnage malah jadi lebih mirip komedi ala The Mask Jim Carey, di mana ada dua kepribadian yang menumpangi satu tubuh dan sering ribut.
Walau demikian, Serkis cukup lancar memperkenalkan tokoh Kasady/Carnage, yang memang merupakan kisah inti sekuel ini. Sangat disayangkan hal ini tidak ia optimalkan dengan arah penyutradaraan yang lebih fokus.
Naskah Lemah, Special Effect Tidak Sempurna
Kelemahan Venom: Let There Be Carnage juga disebabkan kelemahan naskahnya. Penulis naskah Kelly Marcel terasa dibuat terlalu terburu-buru.
Banyak lini cerita di film ini yang disambung-sambungkan tanpa alasan kuat, asalkan Venom bisa bertarung dengan Carnage. Jika saja mereka menyiapkan naskah lebih matang, mungkin hal ini bisa dihindari.
Dengan durasi yang sebenarnya tidak begitu panjang, Venom: Let There Be Carnage terasa seperti film yang baru setengah jadi. Kelemahan naskah menciptakan banyak pertanyaan tidak terjawab.
Misalnya, mengapa Kasady begitu membenci Eddie? Motif penyebab konflik utama ini tidak pernah disampaikan dengan jelas. Naskahnya juga tidak mengoptimalkan hubungan antara Eddie dan mantan kekasihnya, yang sebenarnya menjadi daya tarik cukup bagus di film pertama.
Saat menonton, penonton yang bahkan kurang jeli sekalipun bisa menangkap ketidaksempurnaan spesial efek dan CGI yang bertebaran di sepanjang film. Memang, aura film ini dipilih agak gelap dan muram.
Akan tetapi, warna dasar kelam itu seharusnya tidak menjadikan konsep desain tata ruangnya jadi tidak rapi. Visual efeknya juga masih terlihat berantakan.
Banyak segmen yang sepertinya terkena suntingan, terutama saat pertarungan final. Hal ini sedikit mengganggu emosi penonton yang sedang dibangun hingga mencapai klimaks film.
Gedung dan bangunan yang dihancurkan masih terlihat seperti tempelan saja. Begitu juga dengan CGI symbiote yang sebenarnya bisa dipoles lebih lama lagi di ruang editing. Walau demikian, koreografi tarungnya tetap menarik.
Diselamatkan Adu ‘Sinting’ Tom Hardy dan Woody Harrelson
Venom: Let There Be Carnage beruntung memiliki dua aktor hebat di dalamnya. Tom Hardy dan Woody Harrelson mampu mendongkrak berbagai kekurangan film ini sehingga tetap layak ditonton.
Tom Hardy adalah salah satu aktor watak berbakat di generasinya. Fimografi aktor kelahiran 15 September 1977 ini sangat impresif. Ia terkenal sebagai aktor langganan sutradara kenamaan Christopher Nolan.
Sebagai Eddie Brock di sekuel Venom ini, Hardy memberikan performa yang lebih intense lagi. Wajahnya yang pucat, sikapnya yang gugup, sukses mengemas keadaan psikologis Brock yang kini harus berbagi hidup dengan Venom.
Hardy dengan meyakinkan, menampilkan Eddie yang bukan hanya letih lahir batin karena harus ‘melayani’ semua percakapan dan permintaan Venom, yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri.
Hal ini seringkali menjadikan interaksi antara Eddie dan Venom sangat lucu, sekaligus mengibakan. Apalagi Venom yang selalu lapar dan membutuhkan asupan otak manusia.
Perjuangan Eddie mengendalikan Venom yang menjadi bagian dari dirinya disempurnakan oleh penampilan Hardy yang kelihatannya sudah tidak tidur atau mandi selama berminggu-minggu.
Woody Harrelson, Andalan yang Serba Bisa
Aktor watak Woody Harrelson sempurna sebagai Cletus Kasady, pembunuh berantai yang memiliki gangguan jiwa. Karena kondisi otaknya tersebut, penyatuan Kasady dengan symbiote Venom menghasilkan sesuatu yang lebih buruk.
Harrelson memang serba bisa dan memiliki jangkauan akting yang fenomenal. Sebagai orang dengan gangguan jiwa yang sadis dan berdarah dingin, Harrelson berhasil membawakan karakter Kasady/Carnage yang sukar dilupakan.
Adu akting antara Tom Hardy dan Woody Harrelson sangat kuat dan menarik untuk disimak. Terus terang, performa dan chemistry mereka berdua lah yang menyelamatkan film ini dari kategori film buruk.
Venom: Let There Be Carnage menjadi tetap layak ditonton karena penampilan para pemerannya. Mereka mampu membawakan pesan dari film yang sebenarnya bernaskah lemah ini.
Performa mereka mendobrak sejak film dimulai tanpa basa-basi dan tanpa bertele-tele. Hal ini menjadikan Venom: Let There Be Carnage tidak membosankan karena eksekusi kisahnya dilakukan dengan tempo cepat sehingga tetap terasa seru.
Performa dua bintang utamanya berhasil membentuk arah film yang tidak berhasil dilakukan baik oleh sang sutradara maupun dari naskahnya. Polesan adegan aksi yang kurang mulus juga tidak menjadi masalah besar.
Lini cerita Brock/Venom berhasil menyampaikan cerita utuh bagaimana kedua wujud di satu tubuh itu akhirnya bisa belajar menerima satu sama lain sebagai rekan hidup.
Lini cerita Kasady/Carnage dan kekasihnya yang juga seorang mutant, Frances Barrison/Shriek (diperankan oleh aktris Naomie Harris) juga menarik. Kisah mereka memberikan sentuhan humor romantis yang tragis saat mereka tetap ingin bersatu dan menikah.
Sukses Secara Komersil Akibat Rasa Penasaran
Walau Venom: Let There Be Carnage di atas kertas performanya jauh di bawah film pertamanya, tapi kembali lagi film ini cukup beruntung dalam hal perolehan box office.
Saat ditayangkan di Amerika Serikat pada Oktober lalu, film ini berhasil mendapatkan US$90,1 setelah seminggu penayangannya. Angka ini menjadikan Venom: Let There Be Carnage menjadi film dengan pendapatan terbanyak pada saat debut tayang dalam periode pandemi.
Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena rasa penasaran para penonton yang sudah melihat film pertama. Para penggemar komik Venom juga tentunya semakin penasaran melihat kelanjutan kisah si Anti Hero unik ini.
Kesimpulan
Walau Venom: Let There Be Carnage memiliki banyak kekurangan di sana sini, film superhero yang berbeda ini tetap layak untuk ditonton sebagai hiburan ringan.
Selain memiliki humor-humor yang lucu dan cukup berkelas, penampilan kedua aktor utama Tom Hardy dan Woody Harrelson menjadi daya tarik utama film ini.
Selain itu, adegan yang diselipkan di mid-credits juga menjanjikan, dengan memberikan sinyal bahwa Venom akan menyambung dengan kisah semesta Spider Man.
Venom: Let There Be Carnage, dengan segala kekurangannya, menjadi film hiburan ringan yang tetap menyenangkan untuk mengisi waktu luang kalian saat melepas lelah.
Venom: Let There Be Carnage sudah tayang di seluruh bioskop-bioskop kesayangan kamu.