Gempuran film-film bergenre horor buatan lokal sepertinya masih cukup gencar. Kali ini, film berjudul Waktu Maghrib sudah menyapa penonton di bioskop.
Berdasarkan sebuah film pendek, Waktu Maghrib mengusung kepercayaan bahwa saat adzan Maghrib adalah waktu di mana pintu terbuka untuk para iblis masuk ke dimensi kita.
Film ini disutradarai oleh Sidharta Tata dan diproduksi oleh Rapi films. Naskah film ini ditulis oleh Agasyah Karim, Khalid Kashogi, dan Bayu Kurnia Prasetya.
Film ini dibintangi oleh perpaduan cast aktor dan aktris dewasa sekaligus beberapa aktor dan aktris cilik berbakat.
Jika penasaran dengan konsep shortfilmnya, kamu bis acari di YouTube, walau film ini memiliki latar yang sama sekali berbeda dengan film pendeknya.
Nah, penasaran seperti apa filmnya? Sushi sudah menyiapkan review Waktu Maghrib buat para penggemar horor semuanya.
Sebelum nonton di bioskop, kita baca dulu yuk review Waktu Maghrib ala Sushi, gengs!
Sinopsis
Di sebuah desa bernama Jatijajar di daerah Jawa Tengah, di awal tahun 2000-an, kepercayaan bahwa pada saat Maghrib itu waktunya para jin dan setan berkeliaran masih sangat kuat.
Penduduk, terutama anak-anak, diimbau agar segera pulang ke rumah dan tidak bepergian lagi pada saat adzan Maghrib berkumandang.
Namun, dua anak sekolah, Saman dan Adi yang bandel, nekad pergi demi menonton pertunjukan wayang. Dalam perjalanan, mereka mengutuk guru mereka yang sering memarahi mereka.
Sejak ucapan itu keluar dari mulut mereka, guru mereka, Ibu Woro, tewas dengan cara mengerikan. Setelah itu, serentetan peristiwa misterius dan menyeramkan menimpa anak-anak tersebut.
Apa yang sebenarnya sedang terjadi di desa itu? Benarkan semua terjadi karena pantangan keluar saat Maghrib itu telah dilanggar?
Latar Desa Yang Mencekam
Pemilihan lokasi untuk film horor memang berperan sangat besar. Atmosfer mencekam dalam film horor akan sangat kuat jika pemilihan lokasinya tepat dan mendukung.
Desa di tepi hutan dalam film ini sangat menyeramkan dan pas sebagai latar ceritanya. Apalagi bentuk bangunan dan suasana desa yang sepi menjelang malam, cocok untuk narasinya.
Pemilihan waktu awal tahun 2000-an disajikan secara rapi dengan detil yang sangat diperhatikan. Bahkan pemilihan bentuk kotak pensil para murid cukup memberikan nuansa nostalgia.
Pergerakan kamera berhasil membawa penonton seolah sedang berjalan mengitari desa dan mendatangi tempat seperti sekolah, masjid, rumah penduduk lengkap dengan kendang ternaknya.
Mengandalkan Jumpscare Tapi Efektif
Walau film ini cukup sering mengandalkan jumpscare dan scoring musik yang mengagetkan, tapi terbukti hal itu cukup berhasil.
Sutradara Sidharta Tata cukup lihai dalam hal membangun ketegangan. Kegiatan sehari-hari yang bereskalasi menjadi adegan horor terasa organik dan maksimal menakuti penonton.
Penampakan-penampakan hantunya disajikan dengan cara sederhana. Namun, hal itu justru memberikan efek seram yang kuat dan tidak berlebihan.
Make-up para hantu dan orang-orang yang terkena dampaknya juga bagus dan meyakinkan. Kemunculan para hantu dan terornya menggunakan formula sederhana.
Kengerian yang dirasakan menjadi lebih mendalam justru karena penyajian adegan-adegan yang tidak terlalu mengandalkan special effect atau CGI yang terlalu canggih.
Para Bintang Cilik Berakting Cemerlang
Ada tiga bintang cilik yang ikut bermain di dalam film ini. Ali Fikry, Bima Sena, dan Nafiza Fatia Rani bermain sangat baik. Mereka bisa mengimbangi akting para aktor dan aktris dewasa.
Film ini juga dibintangi aktris Aulia Sarah, yang kemarin melejit popularitasnya setelah menjadi si penari Badarawuhi di film KKN di Desa Penari. Aktris Taskya Namya juga ikut berperan di film ini.
Penampilan aktor Andri Mashadi sebagai Karta, yang merupakan benang merah dari peristiwa menyeramkan di masa lalu hingga berulang di masa sekarang juga cukup mencuri perhatian.
Plot Cepat, Konklusi Terburu-Buru
Penyelesaian akhir yang sangat cepat dan sepertinya agak terburu-buru mengurangi nilai film ini secara keseluruhan. Konklusi tentang tokoh penjahat utamanya tidak tuntas.
Mungkin bagi para fans horor kelas berat, plot-twist yang disiapkan dari awal sudah bisa langsung ditebak. Untungnya, hal itu tidak terlalu mengurangi aspek hiburan horor film ini.
Akan tetapi, plot yang bergerak cepat lumayan memberi latar belakang yang kuat kepada tiap tokoh. Sehingga, tidak ada titik-titik membosankan dalam penceritaan hingga usai.
Secara keseluruhan, Waktu Maghrib adalah sajian horor yang menghibur. Film ini berhasil mengangkat mitologi yang cukup akrab bagi rakyat Indonesia sehingga terasa akrab tapi mencekam.
Kesimpulan
Waktu Maghrib merupakan horor bergaya konservatif yang terbukti sangat menghibur dan memiliki kemampuan menakut-nakuti yang tetap efektif.
Walau tidak terlalu canggih dan mengandalkan CGI atau special effect, kisah yang kuat berlatar pas dan akting para pemerannya mendukung kualitas film ini secara keseluruhan.
Genre horor di Indonesia sepertinya masih akan merajai minat dan antusiasme penonton. Waktu Maghrib bisa dibilang adalah salah satu yang berkualitas dan digarap dengan serius.
Nah, siapa yang belum nonton nih? Yuk buruan dikejar, gaes, karena masih bercokol di bioskop-bioskop kesayangan kamu.