Sakral
Adalah satu kata yang paling tepat untuk menggambarkan bagaimana aku menikmati film Zack Snyder: Justice League. Nuansa kolosal hingga alunan musik pengiring yang menaunginya, terasa begitu mistis dan mampu membuat bulu kuduk berdiri merasakan setiap adegan.
Terlepas dari konfik dan drama para fandom yang menyalahkan sutradara sebelumnya dan juga pihak studio, Justice League yang baru saja rilis, membawakan hasil yang nyaris sempurna dari film versi teatrikal di tahun 2017 lalu.
Kira-kira, seperti apa sih versi teatrikal kedua yang dibawakan oleh Zack Snyder ini?
Apa saja hal baru yang membedakannya dari buatan Josh Whedon yang selama ini menemani kita di MCU?
Kamu bisa menyaksikan Zack Snyder: Justice League, dalam aplikasi HBO Go dengan layanan gratis berlangganan selama 7 hari percobaan. Yuk bisa yuk! Kita dukung industri perfilman dunia dengan cara yang legal. 😉
Sekarang kita ulas satu persatu point menurut opiniku:
Ulasan Zack Snyder Justice League
Setiap Sutradara Memiliki Visi yang Berbeda
Bagi kami yang bernaung dan menggemari macam-macam film bertema serupa, sebutan multi-fandom tentunya tidak asing bagiku.
Mulai dari fandom Harry Potter, The Hunger Games, Twilight Saga, DCEU, MCU, Star Wars dan masih banyak lagi; kami belajar menerima dan menghargai kelebihan masing-masing kegemaran.
Dari naungan multi-fandom itu lah, aku pun belajar untuk menghargai dan menerima kekurangan dan kelebihan pada masing-masing sutradara dan penulis, lewat cara mereka dalam membawakan saga besar.
Baik Josh Whedon ataupun Zack Snyder, masing-masing memiliki ciri khas tersendiri dalam membawakan sebuah film.
Hanya saja, bila dirasa kurang pas, mungkin kebetulan genre yang dia ambil kurang sesuai dengan selera penonton. Atau, bisa jadi malah selera kita sebagai penonton yang kurang sepaham dengan visi sang sutradara.
Seperti aku misalnya, dari sekian milyar manusia di dunia ini, mungkin hanya aku dan beberapa orang yang kurang paham dengan jalan cerita dari film Watchmen, Man of Steel, dan The Dark Knight. Bahkan untuk film Batman V Superman pun aku mengantuk di 85% film, tetapi begitu konflik Doomsday muncul dan Wonder Woman memasuki panggung pertunjukan, aku sontak berdiri dari kursi bioskop bahkan menjerit kagum melihat Gal Gadot mulai beraksi.
Apakah itu berarti aku tidak suka dengan Batman V Superman? Tidak juga. Aku suka, namun dalam selera dan sudut pandang yang berbeda. Mungkin, kamu pun demikian dengan Justice League versi Josh Whedon.
Lebih Filosofis

Visi seorang Zack Snyder dalam membawakan Justice League, hampir sama dengan caranya dalam membawakan film-film yang sudah menjadi karyanya.
Setiap karakter memiliki makna diri, setiap suguhannya memiliki arti kehidupan. Itu lah yang berusaha ia bawakan dan kenalkan kepada kita semua yang menyaksikan karyanya. Bahkan dalam tiap karakter pun, Zack memberikan visi mitologis kepada masing-masing karakter:
Superman – Jesus Christ.
Batman – St. Sebastian.
Aquaman – Poseidon.
Flash – Hermes.
Cyborg – Vitruvian Man.
Wonder Woman – Joan of Arc.
God among us
Bahwa dalam setiap masalah dan cobaan, akan ada pelindung yang menjaga kita. Selain scoring yang menyayat hati seperti kidung ‘pujian’ beratmosfir Skandinavian yang dinyanyikan para penduduk kepada Arthur, juga alunan pengiring Hippolyta pada saat upacara api peringatan, menandakan bahwa mereka dianggap seorang Juru Selamat bagi bangsanya.
Cahaya dan Harapan Akan Selalu Ada
Saat Superman wafat, gaung dari suaranya membangkitkan mother box. Kabar itu pun dengan cepat menyebar luas di seantero galaksi, termasuk oleh Steppenwolf.
Dari peristiwa itu lah akhirnya musuh mulai percaya diri, dan menarget bumi menjadi sasaran empuknya sebagai satu planet jajahan berikutnya.
No Lantern, no Kriptonian….
Kalimat itu bukanlah kalimat biasa, yang menandakan bahwa tidak adanya kehadiran Green Lantern dan Superman. Namun, filosofi tersebut merujuk pada ketidakhadiran cahaya dan pelindung, saat musuh mulai berdatangan menyerang alam tempat kita bernaung.

Seperti kata Lex Luthor di film Batman V Superman; “musuh bukan datang dari bawah (neraka), tetapi mereka datang dari atas (langit).”
Amazonian, Daughter of Themyscira

Kita tahu betul dan mengenal mereka, para Amazonian tidak pernah takut pada ancaman apapun di atas bumi. Saat mother box bangkit, nampak Philipus mendekati kotak itu dengan tubuh yang amat gemetar.
Baru kali ini mereka benar-benar akan menghadapi ancaman yang alih-alih menjajah daerah lain, namun langsung menyerang Themyscira.
Namun dengan semangat dari Hippolyta, Amazonian kembali siaga dan siap menghadapi Steppenwolf dan Parademons. Menurutku, adegan Amazonian yang dikreasi oleh Snyder adalah ciri khas sebenarnya dari kultur Wonder Woman itu sendiri. Sejauh ini, hanya Patty Jenkins dan Zack Snyder yang berhasil memberikan nyawa kepada visualisasi suku Amazon tersebut.

Dengan tetap menggunakan ‘Is She With You’ dari Hanz Zimmer yang diaransemen ulang, nuansa Themyscira menjadi hidup dan memiliki rasa tersendiri seperti saat kita mendengarkan theme song Avengers dari MCU; seakan kita menjadi pahlawan dan ikut berperang bersama mereka.
For Autumn
Layaknya penghargaan kepada sang pemberi kehidupan, beginilah cara Zack Snyder membawakan filmnya, mengucapkan ‘terima kasih’ kepada kita semua, dan mempersembahkan Justice League kepada mendiang anaknya yang sudah tiada. Tidak ada yang mampu menggantikan posisi Autumn dalam hidup Zack, hidup seorang ayah yang kehilangan putrinya.
Autumn telah tiada, karena ulah dari masyarakat sosial yang terlalu serius mendewakan sebuah cerita. Ia meninggal sia-sia oleh kesalahan yang tidak ia perbuat, bahkan itu pun bukan salah ayahnya.
“We live in society, where honour is distant memory. Isn’t that right, Batman?” Joker
Adalah kalimat dialog yang mendalam dari si penulis naskah dan juga Zack Snyder sendiri. Dalam hati seorang ayah, Snyder sebenarnya menjerit sekaligus menampar kita semua yang hidup dalam masyarakat.
Kita juga mengalami apa yang ia, anaknya, dan juga mereka semua korban perundungan alami. Bahwa kita semua berperang menghadapi standar-standar hidup tak lazim, yang diminta oleh masyarakat dari tubuh dan hati kita yang sudah lelah menurutinya.
Terima kasih Zack Snyder, untuk suguhan film Justice League yang begitu sakral dan sarat pesan moral. Tanpamu, mungkin #ReleaseTheSnyderCut tidak pernah terwujud dan akan menjadi mitos belaka. Kami semua bersyukur dapat menyaksikan karya indahmu dalam umur kami di tengah pandemi. Kami berbelasungkawa dan berdoa untuk Autumn; tanpanya, mungkin kami tidak akan belajar memaknai, dan menghargai sebuah kehadiran juga kehilangan.
#ForAutumn